MUNAKAHAT[1]
PROBLEMATIKA DAN SOLUSINYA
Ust. H. Ibnu Sholeh, M.A, M.P.I[2]
LATAR BELAKANG
Pernikahan[3]
adalah ikatan lahir batin antara pria dengan wanita sebagai suami istri dengan
tujuan membentuk rumah tangga, keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa”. Dengan demikian jelaslah bahwa tujuan pernikahan
adalah membentuk sebuah rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan warahmah.
Maka ketikan
seorang muslimah memiliki kehendak untuk menikah, dia pasti mendambakan seorang
ikhwan yang bisa memberi kasih sayang, perhatian, penghargaan, dan kebahagiaan.
Setelah yakin bahwa dia akan mendapatkan semua itu dari calon suaminya, dengan
langkah pasti dia pun langsung menuju jenjang pernikahan. Demikian pula dengan
suaminya kelak, dia pun menginginkan kebahagiaan dari istrinya. Dan tentunya,
kebahagiaan yang didamba pun mesti berdasarkan perspektif syariat Islam.
Namun
demikian terkadang untuk menuju rumah tangga yang sakinah mawadah wa rahmah,
kita sudah dihadapkan problem pada saat memilih pasangan. Seringkali yang kita
mimpikan tidak menjadi kenyataan .
Begitulah sunnatullah[4]
yang harus kita hadapi dalam hidup ini sebab Allah berfirman
الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ
عَمَلا وَهُوَ الْعَزِيزُ الْغَفُورُ
Dilah Yang
menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang
lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun[5]
Begitulah kehendak-Nya, bahkan setelah terjadi akad nikah dan memulai
hidup baru sebagai pasangan suami istri, problema pun masih setia menemani, sehingga masa masa indah sebagai pengantin baru pun
berlalu begitu saja.
Tapi
yakinlah bahwa kehendak Allah yang demikian itu adalah untuk kebaikan kedua
pasangan itu, apalagi Allah menyebutkan didalam firman-Nya bahwa Allah tidak
akan menguji hamba-Nya diluar kemampuannya[6]
PEMBAHASAN
Islam telah memberikan petunjuk
yang lengkap dan rinci terhadap persoalan pernikahan. Mulai dari anjuran
menikah, cara memilih pasangan yang ideal, melakukan khitbah (peminangan),
bagaimana mendidik anak, serta memberikan jalan keluar jika terjadi kemelut
dalam rumah tangga, sampai dalam proses nafaqah (memberi nafkah) dan harta
waris, semua diatur oleh Islam secara rinci, detail dan gamblang.
Dan untuk memahami konsep
pernikahan dalam Islam, maka rujukan yang paling benar dan sah adalah Al Qur’an
dan As Sunnah Ash Shahihah yang sesuai dengan pemahaman Salafush Shalih.
Berdasar rujukan ini, kita akan memperoleh kejelasan tentang aspek-aspek
pernikahan, maupun beberapa penyimpangan dan pergeseran nilai pernikahan yang
terjadi di dalam masyarakat kita.
Pernikahan adalah fitrah
manusia, maka dari itu Islam menganjurkan untuk menikah, karena nikah merupakan
gharizah insaniyah (naluri kemanusiaan). Allah Subhanhu wa Ta'ala berfirman:
فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا فِطْرَةَ اللَّهِ الَّتِي
فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لاَ تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ذَلِكَ الدِّينُ
الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لاَ يَعْلَمُونَ
"Maka hadapkanlah wajahmu
dengan lurus kepada agama (Allah), (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah
menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah.
(Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui".[7]
Islam Menganjurkan Nikah
Penghargaan Islam terhadap ikatan pernikahan
besar sekali, Allah menyebutkan sebagai ikatan yang kuat. Allah Subhanahu
wa Ta'ala berfirman :
وَكَيْفَ تَأْخُذُونَهُ وَقَدْ أَفْضَى
بَعْضُكُمْ إِلَى بَعْضٍ وَأَخَذْنَ مِنكُم مِّيثَاقًا غَلِيظًا
" Dan mereka
(isteri-isterimu) telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat". [8]
Sampai-sampai
ikatan itu ditetapkan sebanding dengan separuh agama. Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam telah bersabda:
إِذَا تَزَوَّجَ اْلعَبْد،ُ فَقَدِ اسْتَكْمَلَ نِصْفَ الدِّيْنِ،
فَلْيَتَّقِ اللهَ فِيْمَا بَقِي
"Barangsiapa
menikah, maka ia telah melengkapi separuh dari agamanya. Dan hendaklah ia
bertaqwa kepada Allah dalam memelihara yang separuhnya lagi".[9]
Jadi pemuda pemudi yang belum melakukan
pernikahan maka dapat dikatakan bahwa
mereka masih separuh dalam mengamalkan agamanya, karena yang separuh lagi
terdapat dalam ikatan tali pernikahan suami istri. Oleh sebab itu dibutuhkan pemeliharaan diri yang ekstra
ketat untuk menjaga yang separuhnya
Islam Tidak
Menyukai Membujang
Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam memerintahkan untuk menikah dan melarang keras kepada orang
yang tidak mau menikah. Anas bin Malik rahimahullah berkata : Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan kami untuk menikah dan melarang
kami membujang dengan larangan yang keras.” Beliau Shallallahu 'alaihi wa
sallam bersabda :
تَزَوَّجُوْا الْوَدُوْدَ الْوَلُوْدَ، فَإنِّي مُكَاثِرٌ بِكُمُ
الأُمَمَ
"Nikahilah
wanita yang subur dan penyayang. Karena aku akan berbanggga dengan banyaknya
umatku di hadapan umat-umat"[10]
Pernah, ada
tiga orang sahabat datang bertanya kepada isteri-isteri Nabi Shallallahu
'alaihi wa sallam tentang peribadahan Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam.
Kemudian setelah diterangkan, masing-masing ingin meningkatkan ibadah mereka.
Salah seorang dari mereka berkata: “Adapun saya, akan puasa sepanjang masa
tanpa putus”. Sahabat yang lain berkata: “Adapun saya akan menjauhi wanita,
saya tidak akan nikah selamanya”. Ketika hal itu didengar oleh Nabi Shallallahu
'alaihi wa sallam, Beliau keluar seraya bersabda :
أَنْتُمُ
الَّذِيْنَ قُلْتُمْ كَذَا وَكَذَا ؟ أَمَا وَاللهِ إنِّي َلأَخْشَاكُمْ لِلَّهِ
وَأَتْقَاكُمْ لَهُ، وَلَكِنِّي أَصُوْمُ وَأُفْطِرُ وَأُصَلِّى وَأَرْقُدُ
وَأَتَزَوَّجُ النِّسَاءَ، فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِي فَلَيْسَ مِنِّي."
"Benarkah kalian telah berkata begini dan begitu? Sungguh demi Allah, sesungguhnya akulah yang paling takut dan taqwa kepada Allah diantara kalian, akan tetapi aku berpuasa dan aku berbuka, aku shalat dan aku juga tidur dan aku juga menikahi wanita. Maka barangsiapa yang tidak menyukai sunnahku, maka ia tidak termasuk golonganku".[11]
"Benarkah kalian telah berkata begini dan begitu? Sungguh demi Allah, sesungguhnya akulah yang paling takut dan taqwa kepada Allah diantara kalian, akan tetapi aku berpuasa dan aku berbuka, aku shalat dan aku juga tidur dan aku juga menikahi wanita. Maka barangsiapa yang tidak menyukai sunnahku, maka ia tidak termasuk golonganku".[11]
Allah Subhanahu wa Ta'ala memerintahkan untuk
menikah. Dan seandainya mereka fakir, niscaya Allah Subhanahu wa Ta'ala akan
membantu dengan memberikan rezeki kepada mereka. Allah Subhanahu wa Ta'ala
menjanjikan suatu pertolongan kepada orang yang menikah.
وَأَنكِحُوا الأَيَامَى مِنْكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ
وَإِمَائِكُمْ إِنْ يَكُوْنُوْا فُقَرَاءَ يُغْنِهِمْ اللهُ مِنْ فَضْلِهِ وَاللهُ
وَاسِعٌ عَلِيمٌ
"Dan nikahkanlah
orang-orang yang sendirian diantara kamu dan orang-orang yang layak (bernikah)
dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan wanita. Jika mereka miskin, Allah
akan memampukan mereka dengan karuniaNya. Dan Allah Maha Luas (pemberianNya)
lagi Maha Mengetahui". [12]
Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam menguatkan janji Allah Subhanahu wa Ta'ala itu
dengan sabdanya :
ثَلاَثَةٌ
حَقٌّ عَلَى اللهِ عَوْنُهُمْ الْمُجَاهِدُ فِي سَبِيْلِ اللهِ، وَالْمُكَاتَبُ
الَّذِي يُرِيْدُ الاَدَاءَ وَ النَّاكِحُ الَّذِي يُرِيْدُ الْعَفَافَ
"Ada tiga golongan manusia yang berhak mendapat pertolongan Allah. Yaitu, mujahid fi sabilillah, budak yang menebus dirinya supaya merdeka, dan orang yang menikah karena ingin memelihara kehormatannya". [13]
TUJUAN
PERNIKAHAN DALAM ISLAM
1. Untuk Memenuhi Tuntutan Naluri Manusia Yang
Asasi. Pernikahan adalah fitrah manusia, maka jalan yang sah untuk memenuhi
kebutuhan ini adalah dengan aqad nikah (melalui jenjang pernikahan), bukan
dengan cara yang kotor dan menjijikan, seperti cara-cara orang sekarang ini
dengan berpacaran, kumpul kebo, melacur, berzina, lesbi, homo, dan lain
sebagainya yang telah menyimpang dan diharamkan oleh Islam.
2. Untuk Membentengi Akhlaq Yang Mulia Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
يَا مَعْشَرَ
الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ فَإِنَّهُ
أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَ أَحْصَنُ لِلْفَرْجِ وَ مَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ
بِا لصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ
"Wahai, para pemuda! Barangsiapa diantara kalian berkemampuan
untuk nikah, maka nikahlah, karena nikah itu lebih menundukkan pandangan, dan
lebih membentengi farji (kemaluan). Dan barangsiapa yang tidak mampu, maka
hendaklah ia puasa (shaum), karena shaum itu dapat membentengi dirinya"[14]
3. Untuk Menegakkan Rumah Tangga Yang Islami
Dalam Al Qur’an disebutkan, bahwa Islam
membenarkan adanya thalaq (perceraian), jika suami isteri sudah tidak sanggup
lagi menegakkan batas-batas Allah Subhanahu wa Ta'ala, sebagaimana firman Allah
Subhanahu wa Ta'ala dalam ayat berikut : "Thalaq (yang dapat dirujuki)
dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara ma'ruf atau menceraikan
dengan cara yang baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali dari sesuatu
yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak
akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu khawatir bahwa keduanya
(suami-isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa
atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya.
Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang
melanggar hukum-hukum Allah, mereka itulah orang-orang yang zhalim". [Al
Baqarah:229].
Jadi tujuan yang luhur dari pernikahan adalah
agar suami isteri melaksanakan syari'at Islam dalam rumah tangganya. Hukum
ditegakkannya rumah tangga berdasarkan syari'at Islam adalah wajib. Oleh karena
itu, setiap muslim dan muslimah harus berusaha membina rumah tangga yang
Islami. Ajaran Islam telah memberikan beberapa kriteria tentang calon pasangan
yang ideal, agar terbentuk rumah tangga yang Islami. Di antara kriteria itu ialah harus kafa'ah dan
shalihah.
Kafa'ah Menurut Konsep Islam
Kafa'ah (setaraf, sederajat) menurut Islam
hanya diukur dengan kualitas iman dan taqwa serta akhlaq seseorang, bukan
diukur dengan status sosial, keturunan dan lain-lainnya.
Hai manusia,
sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang wanita
dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling
kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu di sisi
Allah ialah orang-orang yang paling bertaqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah
Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. [Al Hujurat:13].
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ لاِ
َرْبَعٍِ : لِمَالِهَا وَلِحَسَبِهَا وَ لِجَمَالِهَا وَلِدِيْنِهَا فَاظْفَرْ
بِذَاتِ الدّيْنِ تَرِبَتْ يَدَاكَ
Seorang wanita dinikahi karena
empat hal. Karena hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan agamanya. Maka
hendaklah kamu pilih wanita yang taat agamanya (ke-Islamannya), niscaya kamu
akan beruntung".[15]
Memilih
Yang Shalihah
Orang
yang hendak menikah, harus memilih wanita yang shalihah, demikian pula wanita
harus memilih laki-laki yang shalih. Allah berfirman :
الْخَبِيثَاتُ
لِلْخَبِيثِينَ وَالْخَبِيثُونَ لِلْخَبِيثَاتِ وَالطَّيِّبَاتُ لِلطَّيِّبِينَ
وَالطَّيِّبُونَ لِلطَّيِّبَاتِ أُوْلاَئِكَ مُبَرَّءُونَ مِمَّا يَقُولُونَ لَهُم
مَّغْفِرَةٌ وَرِزْقُُ كَرِيمُُ
"…Dan
wanita-wanita yang baik untuk laki-laki yang baik, dan laki-laki yang baik
untuk wanita-wanita yang baik pula…"[16]
Menurut Al
Qur’an, wanita yang shalihah adalah :
فَالصَّالِحَاتُ
قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللَّهُ
"Wanita
yang shalihah ialah yang ta'at kepada Allah lagi memelihara diri bila suami
tidak ada, sebagaimana Allah telah memelihara (mereka)"[17]
Menurut Al
Qur’an dan Al Hadits yang shahih, diantara ciri-ciri wanita yang shalihah ialah
:
a. Ta'at kepada Allah
Subhanahu wa Ta'ala dan ta'at kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam.
b. Ta'at kepada suami dan menjaga
kehormatannya di saat suami ada atau tidak ada, serta menjaga harta suaminya.
c. Menjaga shalat yang lima waktu tepat pada
waktunya.
d. Melaksanakan puasa pada bulan Ramadhan.
e. Banyak shadaqah dengan seizin suaminya.
f. Memakai jilbab yang menutup
seluruh auratnya dan tidak untuk pamer kecantikan (tabarruj) seperti wanita
jahiliyah (Al Ahzab:33).
g. Tidak berbincang-bincang dan
berdua-duaan dengan laki-laki yang bukan mahramnya, karena yang ketiganya
adalah syetan.
h. Tidak
menerima tamu yang tidak disukai oleh suaminya.
i. Ta'at kepada kedua orang tua dalam kebaikan.
j. Berbuat baik kepada tetangganya sesuai dengan
syari’at.
k. Mendidik
anak-anaknya dengan pendidikan Islami.
4. Untuk Meningkatkan Ibadah Kepada Allah Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda :
..وَفِي بُضْعِ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ قَالُوْا: يَا رَسُوْلَ اللهِ،
أَيَأْتِي أَحَدُنَا شَهْوَتَهُ وَيَكُوْنُ لَهُ فِيْهَا أَجْرٌ ؟ قَالَ :
أَرَأَيْتُمْ لَوْ وَضَعَهَا فِي الْحَرَامِ، أَكَانَ عَلَيْهِ فِيْهَا وِزْرٌ ؟ فَكَذَلِكَ
إِذَا وَضَعَهَا فِي الْحَلاَلِ كَانَ لَهُ
أَجْرً
Dan di hubungan suami-isteri salah seorang
diantara kalian adalah sedekah! Mendengar sabda Rasulullah, para sahabat
keheranan dan bertanya: "Wahai, Rasulullah. Apakah salah seorang dari kita
memuaskan syahwatnya (kebutuhan biologisnya) terhadap isterinya akan mendapat
pahala?" Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab: "Bagaimana
menurut kalian, jika mereka (para suami) bersetubuh dengan selain isterinya,
bukankah mereka berdosa?" Jawab para sahabat: "Ya, benar".
Beliau bersabda lagi: "Begitu pula kalau mereka bersetubuh dengan
isterinya (di tempat yang halal), mereka akan memperoleh pahala[18]
5. Untuk
Memperoleh Keturunan Yang Shalih
Tujuan pernikahan diantaranya ialah untuk
melestarikan dan mengembangkan Bani Adam, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa
Ta'ala :
وَاللَّهُ
جَعَلَ لَكُمْ مِنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجًا وَجَعَلَ لَكُمْ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ
بَنِينَ وَحَفَدَةً وَرَزَقَكُمْ مِنَ الطَّيِّبَاتِ أَفَبِالْبَاطِلِ يُؤْمِنُونَ
وَبِنِعْمَةِ اللَّهِ هُمْ يَكْفُرُونَ
Allah telah menjadikan dari diri-diri kamu
itu pasangan suami istri dan menjadikan bagimu dari istri-istri kamu itu,
anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezeki yang baik-baik. Maka mengapakah
mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah ?[19]
Yang
terpenting lagi dalam pernikahan bukan hanya sekedar memperoleh anak, tetapi
berusaha mencari dan membentuk generasi yang berkualitas, yaitu mencari anak
yang shalih dan bertaqwa kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Sebagaimana firman
Allah Subhanahu wa Ta'ala :
وَابْتَغُوا مَا كَتَبَ اللَّهُ
لَكُمْ
dan carilah
apa yang telah ditetapkan Allah untuk kalian (yaitu anak)[20]
Yang dimaksud dengan ayat ini, “Hendaklah
kalian mencampuri isteri kalian dan berusaha untuk memperoleh anak”.[21]
SOLUSI MENGHADAPI PROBLEM RUMAH
TANGGA SESUAI AJARAN ISLAM[22]
Islam telah menetapkan syariat yang
mengandung berbagai macam mutiara hikmah, dan solusi bagi berbagai macam
permasalahan dalam pernikahan, sehingga suami dan isteri bisa menikmati hidup
bahagia bersama, dan masing-masing merasa tenang dan tenteram asal semua pihak
mau merealisasikan ajaran Islam.
Di antara
pengarahan Islam terhadap kehidupan rumah tangga adalah sebagai berikut:
1. Menghindarkan rumah tangga dari segala
perkara yang menjadi sebab terjadinya thalak. Baik sebab yang datang dari pihak
suami, isteri, keluarga atau pihak lain yang ingin membuat keruh suasana rumah
tangga.
2. Sebelum
menikah hendaknya berfikir masak-masak dan bermusyawarah dengan orang yang ahli
atau memiliki pengalaman, harus memperlajari sebaik mungkin kondisi calon
isteri atau suami dan jangan hanya tertarik dengan penampilan lahir atau
ketampanan saja, sehingga menghasilkan pandangan yang kerdil dan tidak
menyentuh kepada pokok masalah.
3. Bermusyawarah dengan orang lain setelah
menikah dan terjadi pertengkaran serta percekcokan di antara suami dan isteri.
4. Mempelajari ilmu yang bermanfaat, beramal
salih, membaca, mendengarkan berita-berita bermanfaat, kaset-kaset murattal dan
ceramah agama yang bisa menambah kwalitas dan mutu keimanan kepada Allah, dan
tidak terbawa oleh budaya rusak dan akhlak tercela, hingga bisa bersabar dan
tabah dalam menghadapi berbagai sikap semena-mena dan penelantaran hak-hak
rumah tangga dari masing-masing pihak, karena semua itu akan diganti oleh Allah
dengan sesuatu yang lebih bagus.
5. Jika
ada orang yang tidak mengenal etika agama dan akhlak sehingga hak-haknya
terlantar, tidak bisa bersyukur terhadap nikmat dan pemberian, maka hendaknya
bersikap arif dan bijak untuk kepentingan masa depan rumah tangga, jangan
sampai muncul berbagai bentuk tindakan tidak terpuji yang bisa merusak keutuhan
rumah tangga.
6. Mengambil pelajaran dari kasus dan
peristiwa perceraian orang lain, mempelajari berbagai sebab dan faktor yang
mengakibatkan percekcokan sampai terjadi perceraian, sebab orang yang
berbahagia adalah orang yang mengambil pelajaran dari peristiwa orang lain, dan
orang yang celaka adalah orang mengambil pelajaran dari peristiwa yang menimpa
diri sendiri.
7. Bersikap lapang dada untuk menerima
kekurangan dan kelemahan masing-masing serta berusaha menumbuhkan rasa kasih
sayang dan sikap pemaaf. Dan semua pihak yang dimintai maaf hendaklah segera
memberikan maaf, agar hati kembali bercahaya dan bersih dari perasaan jengkel,
kesal dan dengki.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
أَلَا أُخْبِرُكُمْ
بِنِسَائِكُمْ في الجَنَّةِ؟ قُلْنَا بَلى يَا رَسُوْلَ الله، قَالَ وَدُوْدٌ
وَلُوْدٌ غضبت أَوْ أسي إِلَيْها أَوْ غَضَبَ زَوْجُها قَالَتْ هذه يَدِي في يَدِكَ
لاَ أَكْتَحِلُ بِغَمْضٍ حتى تَرْضَى
“Maukah aku khabarkan kepada
kalian tentang isteri kalian yang berada di surga? Kami berkata,”Ya, wahai
Rasulullah?” Beliau bersabda, “Dia adalah wanita yang sangat mencintai lagi
pandai punya anak, bila sedang marah atau sedang kecewa atau suaminya sedang
marah maka ia berkata: Inilah tanganku aku letakkan di tanganmu dan aku tidak
akan memejamkan mata sebelum engkau ridha kepadaku.” [HR At Thabrani].
8. Keyakinan seseorang bahwa
dia selalu berada di pihak yang benar sehingga tidak berusaha mencari
kekurangan dan kesalahannya, serta selalu marah melihat kekurangan yang lain
dan tidak mau menerima nasehat dan pengarahan orang lain, selalu berusaha
membela diri atau menyerang pihak lain, maka demikian itu membuka pintu
percekcokan dan pertengkaran serta enggan berdamai.
9. Sebelum menikah hendaknya melihat kepada
wanita yang dilamarnya karena demikian sebagai jembatan dan sarana menumbuhkan
rasa cinta dan kasih sayang dengan orang yang belum dikenal.
Dari Mughirah bin Syu’bah bahwa
beliau meminang salah seorang wanita maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda kepadanya.
أَنَظَرْتَ إليها؟ قال: لا
قال: أُنْظُرْ إليها فَإِنَّهُ أَجْدَرُ أَنْ ييؤدم بَيْنَكُمَا
“Sudahkah kamu melihatnya? Ia berkata,”Tidak.” Beliau
bersabda,”Lihatlah kepadanya, karena hal itu akan membuat kekal diantara kamu
berdua.” [HR Nasa’i, Tirmidzi dan Ibnu Majah serta dihasankan oleh Tirmidzi]
10. Bagi orang yang hendak menikah hendaknya hati-hati dalam
mencari jodoh hingga menemukan calon yang benar-benar bagus yang sesuai dengan
harapannya, sehingga mampu mewujudkan kehidupan damai, bahagia dan tenteram.
Jika salah satu pihak timbul kebencian maka tidak cepat menjatuhkan vonis
thalak karena di balik kekurangan insya Allah ada kelebihan, sebagaimana sabda
Rasulullah.
لاَ يفرك مُؤمِنٌ مُؤْمِنَةً
إِنْ كَرِهَ مِنْها خَلْقاً رَضِيَ مِنْها آخَرَ أَوْ قَالَ غَيْرَهُ
“Janganlah seorang mukmin benci kepada
seorang mukminah, sebab jika benci kepada salah satu perangai maka akan rela dengan
akhlak yang lain atau beliau bersabda yang lainnya”. [HR Muslim].
11.Jika seorang suami ingin memiliki isteri
yang berakhlak mulia, hati yang penuh dengan rasa cinta, selalu tanggap dan
suka berhias untuk suami, hendaklah dia juga berlaku seperti itu agar hatinya
terpengaruh dan selalu menaruh rasa hormat.
12. Menjauhkan diri dari pandangan yang
diharamkan, karena yang demikian itu merupakan panah iblis yang bisa
menjerumuskan diri kepada perbuatan haram, atau sang suami kurang puas dan
merendahkan isteri sehingga muncul percekcokan dan pertengkaran.
13. Telpon bisa menjadi sebab segala bentuk
kehancuran dan musibah rumah tangga, karena membawa hanyut wanita pelan-pelan
ke dalam kerusakan dan fitnah, hingga berani keluar rumah sesuka hatinya tanpa
ada yang mengawasi dan memantau, serta tanpa ditemani mahram ketika pergi ke
pasar atau rumah sakit atau yang lainnya, hingga timbul berbagai musibah dan
bencana yang menimpa manusia baik laki-laki atau perempuan.
14. Bersikap wajar dalam mengawasi isteri dan
selalu mengambil jalan tengah antara memata-matai dan bersikap was-was dan
antara sikap lalai dan cemburu buta.
15. Kemesraan, kebahagian dan ketenangan
hidup isteri bersama suami adalah sesuatu yang paling mahal dan tidak ada yang
bisa menandinginya walau dengan orang tua dan keluarga. Dengan modal itu segala
problem kejiwaan dan gangguan mental seperti kesepian akibat jauh dari keluarga
bisa terobati. Tidak sepantasnya seorang gadis menolak lamaran laki-laki yang
sesuai dan cocok baik dari sisi agama, akhlak dan tabiat.
16. Seorang isteri wajib bersikap baik dan
menaruh kasih sayang kepada keluarga dan kerabat suami karena demikian itu
bagian dari berbuat baik kepada suaminya sehingga kecintaan suami kepadanya
semakin dalam.
17. Sikap merugikan atau memperkeruh rumah
tangga baik dari pihak suami atau isteri sebagai tanda hilangnya muru’ah dan
adab yang bisa merusak popularitas dan nama baik pelakunya, sehingga dia
menjadi orang yang dibenci dan dijauhi baik dari kalangan orang dekat, orang
jauh, tetangga dan teman karib.
18. Termasuk langkah menghidupkan sunnah
sahabat dan salafus salih orang tua hendaknya melamar pemuda salih untuk
puterinya dan membantu meringankan beban biaya pernikahan, sebagaimana riwayat
dari Umar bin Khaththab, beliau berkata, “Saya datang kepada Utsman bin Affan
untuk menawarkan Hafshah maka ia berkata,” Saya akan pikirkan dahulu”. Saya
(Umar) menunggu beberapa malam lalu ia bertemu denganku dan ia berkata,” Untuk
sementara saya tidak punya keinginan untuk menikah”. Umar berkata,” Saya
bertemu Abu Bakar As Shiddiq dan saya berkata kepadnya,” Jika engkau setuju
maka aku akan menikahkanmu dengan Hafshah binti Umar. Abu Bakar terdiam dan
tidak memberi jawaban apa-apa. Aku menahan perasaan dari Abu Bakar sebagaimana
Utsman lalu setelah aku menunggu beberapa malam Rasulullah melamar Hafshah dan
saya menikahkan dia dengan beliau. Lalu aku bertemu Abu Bakar dan dia berkata,”
Barang kali kamu kecewa denganku ketika engkau menawarkan Hafshah kepadaku tapi
aku tidak memberi jawaban apapun”. Umar berkata,” Aku berkata,” Ya”. Abu Bakar
berkata,” Bukan saya tidak mau menanggapi tawaranmu, namun saya telah
mengetahui bahwa Rasulullah pernah menyebutnya dan aku tidak mau menyebarkan
rahasia Rasulullah. Jika seandainya Rasulullah tidak menikahinya maka aku akan
menerima tawaranmu itu”. ([HR Bukhari].
19. Menerapkan ajaran Islam dalam rangka
untuk memelihara dan menjaga keutuhan rumah tangga serta merasa tanggung jawab
terhadap pendidikan agama keluarga. Dari Ibnu Umar bahwa Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda.
كُلُّكُمْ رَاعٍ وَ كُلُّكُمْ
مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ، وَ الأَمِيْرُ رَاعٍ وَ الرِّجَالُ رَاعٍ عَلى
أَهْلِ بَيْتِهِ وَ المَرْأَةُ رَاعِيَّةٌ على بَيْتِ زَوْجِهَا
“Setiap
kalian adalah pemimpin dan akan diminta pertanggung jawaban atas
kepemimpinannya dan imam adalan pemimpin, dan orang laki-laki adalah pemimpin
bagi keluarganya, dan wanita adalah penanggung jawab atas rumah suami dan
anaknya. Dan setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan diminta pertanggung
jawaban atas kepemimpinannya”. [HR Bukhari].
20. Memilih tetangga yang baik dan
menjauhi tentangga yang buruk, terutama menjauhkan isteri dan anak sebab
tetangga bisa memberi pengaruh besar baik dari sisi kebaikan dan keburukan.
Rasulullah telah menafikan iman dari orang yang tidak memberi rasa aman kepada
tetangganya
21.
Ketika seorang isteri tidak taat, membangkang dan berperangai buruk maka sang
suami boleh menggunakan kekuasaannya sesuai dengan ketentuan syariat sebagai
berikut:
Langkah pertama, memberi nasihat
dengan baik.
Langkah kedua, jika tidak mau menerima
nasihat maka ia boleh mengangkat penengah untuk mendamaikan pihak yang sedang
sengketa sebagaimana firman Allah.
22. Meskipun Islam memberi kekuasaan bagi
laki-laki untuk menjatuhkan sanksi kepada isteri, namun Islam juga memberi
peringatan keras kepada kaum laki-laki agar tidak menyalahgunakan kekuasaan
tersebut, dan menghindari sebisa mungkin sanksi pukulan. Nabi pernah
ditanya,”Apakah hak isteri atas suami?” Maka Beliau Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda
وَ لاَ تَضْرِبْ الوَجْهَ وَ لاَ تُقَبِّحْ وَ
لاَ تهجر إلاَّ في البَيْتِ
,
jangan memukul bagian wajah, jangan mencela dan janganlah kamu mendiamkan
kecuali di rumah saja”. [HR Ahmad, Tirmidzi dan Ibnu Majah].
Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:
يعمد أَحَدُكُمْ فَيَجْلِدُ امْرَأَتَهُ جِلْدَ العَبْدِ، فَلَعَلَّهُ
يُضَاجِعُهَا مِنْ آخِرِ يَوْمِهِ
“Di antara kalian ada yang
sengaja mendera isterinya seperti mendera budak lalu tidur bersama dengannya di akhir harinya”.
[HR Muttafaqun alaih].
Pernikahan
tidak untuk didiskusikan terus menerus, dari satu seminar ke seminar lainnya,
akan tetapi lebih baik lagi jika diamalkan setelah mendapatkan pengetahuan
tentang nikah.
DAFTAR
PUSTAKA
‘Isyratun Nisaa’, Imam Abu
Abdirrahman Ahmad bin Syu’aib bin ‘Ali An Nasa-i, tahqiq dan ta’liq ‘Amir ‘Ali
‘Umar, Cet. Maktabah As Sunnah, Kairo, Th. 1408 H.
Adaabul Khitbah Wa Zifaaf Fis
Sunnah Al Muthahharah, ta’lif ‘Amr ‘Abdul Mun’im Salim, Cet. I, Daarudh
Dhiyaa’, Th. 1421 H.
Adabuz Zifaf Fis Sunnah Al
Muthahharah, ta’lif (karya) Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani, Cet. Daarus
Salam, Th. 1423 H.
Al Insyirah Fii Adaabin Nikah,
ta’lif Abu Ishaq Al Huwaini Al Atsari, Cet. II, Darul Kitab Al ‘Arabi, Th. 1408
H.
Al Zaujatut
Matsaliyah, Khaulah Darwisi, 40 Nasihat Ishlah Al Buyut, Muhammad Shalih Al
Munajid
Fiqhut Ta’aamul Baina Az
Zaujaini Wa Qabasat Min Baitin Nubuwwah, ta’lif Syaikh Abu Abdillah Mushthafa
bin Al ‘Adawi, Cet. I, Darul Qasim, 1417 H.
Irwaa-ul Ghaliil Fii Takhriji
Ahaadits Manaaris Sabil, Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani. Cet. Al Maktab
Al Islami.
Tuhfatul ‘Arus, Syaikh Mahmud
Mahdi Al Istanbuli.
[1]
Disampaikan pada kegiatan seminar Pra Nikah yang diselenggarkan IMM komisariat
Politeknik Muhammadiyah Pekalongan
[2]
Pembicara dan Dosen Universitas
Pekalongan, Konsultan di Self Management Spiritual Pekalongan
[3]
Menurut Undang Undang RI No.1 Tahun 1972, Bab 1 Pasal 1
[4]
Sunnatullah adalah hukum Allah yang berlaku bagi hamba-Nya untuk mengujinya
[5]
Q.S al-Muluuk : 2
[6]
Q.S al baqarah: 286
[7]
Q.S Ar-ruum: 30
[8]
Q.S An Nisaa: 21
[9]
HR Ath-Thabrani di kitab Mu’jamul Ausath dan Syaikh Al Albani rahimahullah
menghasankannya. Lihat Silsilah Al Ahadits Ash Shahihah, no. 625.
[10] HR Abu Dawud, no. 2.050, An Nasa-i
(VI/65-66), Al Hakim (II/162), Al Baihaqi (VII/81) dari Ma’qil bin Yasar dan
dishahihkan oleh Syaikh Al Albani rahimahullah di dalam Irwaa-ul Ghaliil, no.
1.784.
[11] HR
Bukhari no. 5.063, Muslim no. 1.401, Ahmad (III/241, 259, 285), An Nasa-i
(IV/60) dan Al Baihaqi (VII/77) dari sahabat Anas bin Malik Radhiyallahu 'anhu.
[12] Q.S. An-Nuur:32
[13] HR Ahmad (II/251 dan 437), An Nasa-i (VI/61),
At Tirmidzi no. 1.655, Ibnu Majah no. 2.518 dan Al Hakim (II/160-161) dari
sahabat Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu. Lafazh ini milik At Tirmidzi, ia
berkata: “Hadits ini hasan”
[14] HR
Bukhari no. 5.090, Muslim no. 1.466, Abu Dawud no. 2.047, Nasa’i (6/68), Ibnu
Majah 1.858, Ahmad (2/428) dari sahabat Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu
[15] HR
Bukhari no. 5.090, Muslim no. 1.466, Abu Dawud no. 2.047, Nasa’i (6/68), Ibnu
Majah 1.858, Ahmad (2/428) dari sahabat Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu
[16]
Q.S. An Nuur:26
[17]
Q.S. An Nisaa:34
[18] HR
Muslim no. 1.006, dan Ahmad (5/167-168), Ibnu Hibban no. 1.298 (Mawarid) dari
sahabat Abu Dzar z . Lafazh ini milik Muslim.
[19]
Q.S. An Nahl:72
[20]
Q.S:al-baqarah: 187
[21] Tafsir
Ibnu Katsir (I/236), Cet. Daarus Salam
[22] Muhammad
Shalih Al-Munajjid, Al Zaujatut Matsaliyah, Khaulah Darwisi, 40 Nasihat
Ishlah Al Buyut dan beberapa kitab lainya yang berhubungan dengan rumah tangga
muslim
Tidak ada komentar:
Posting Komentar