MENGENAL LEBIH DALAM TENTANG
JIN
MENURUT AL-QURAN DAN SUNNAH
Manusia
dari dulu hingga kini masih penasaran dengan identitas jin, dan ingin tahu siapa
sih mahluk yang sering menggoda hati dan
mencelakakan manusia itu? Sesuai dengan namanya, jin adalah suatu makhluk yang
masih samar bagi manusia. Istilah jin (mestinya dengan dobel ‘n’) berasal dari kata janna – yajunnu – jannan ,artinya, menutupi,menyembunyikan, menjadi gelap, merahasiakan atau melindungi.
Akar kata janana kemudian menjadi janin, berarti “anak yang masih dalam kandungan”. Seorang yang gila atau tertutup akalnya dinamakan majnuun. Begitu juga istilah jannaat bentuk jamak dari jannat, berarti “kebun” dalam arti “kebun tanaman yang dipenuhi oleh tumbuh-tumbuhan sehingga menutup pandangan manusia dari luar”, bisa juga dinamakan jannah, “surga” karena hakekatnya tertutup oleh pengetahuan manusia, atau paling tidak karena di sana “terdapat hal-hal yang tidak pernah terlihat oleh mata, terdengar oleh telinga, serta terjangkau oleh pikiran”.
Jadi jin itu masih menjadi
rahasia bagi manusia karena kita tidak dapat melihat jin dalam bentuknya aslinya
sebagaimana firman Allah:
“Sesungguhnya ia (jin) dan
pengikut-pengikutnya melihat kamu dari suatu tempat yang kamu tidak bisa
melihat mereka.” [Al-A’raf (7): 27].
Kalau keberadaannya saja begitu
samar, bagaimana kita tahu biografi jin ? Tidak terlalu sulit,
sebab kita cukup mencari informasi trntang jin dari al-Quran dan hadis
hadis Nabi saw yang
telah banyak menyebutkan biografi jin
DEFINISI JIN
Setelah kita mengetahui asal kata jin, maka pikiran kita sudah
mulai bekerja dengan baik menuju kepada obyek yang kita amati. Karena itulah,
ada beberapa ulama yang mendefinisikan apa hakekat jin itu. Menurut Dr Umar Sulaiman Al-Asqar, jin adalah makhluk halus yang
diciptakan oleh Allah. Ia
memiliki potensi dan keajaiban yang tidak dipunyai oleh makhluk lain. Ia bisa
bergerak cepat, berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya yang jauh dalam
sekejap. Ia dapat membawa manusia terbang di udara, menyusup ke dalam tubuh
manusia,, binatang, pohon-pohon dan lainnya.
JIN MAMPU BERGERAK CEPAT
Apa dasarnya? Yaitu firman
Allah: “Ifrit dari golongan jin berkata (kepada Sulaiman): “Saya akan datang
kepadamu dengan membawa singgasana itu (singgasana Ratu Yaman)
kepadamu sebelum kamu berdiri dari tempat dudukmu. Sesugguhnya aku benar-benar
kuat membawanya dan dapat dipercaya.” Seorang jin yang mempunyai ilmu dari Al-Kitab berkata: “Aku akan
membawa singgasana itu kepadamu sebelum matamu berkedip.” Maka tatkala Sulaiman melihat singgasana itu
terlihat di hadapannya, ia pun berkata: “Ini adalah dari karunia Tuhan-ku ….. [An-Naml (27): 39-40].
Begitu juga dengan keterangan Rasulullah saw: “Sesungguhnya setan (jin kafir) berjalan cepat dari anak Adam di tempat mengalirnya
darah …. “ (HR Bukhari-Muslim). Begitu perkasanya jin? Tidak juga. Jin tidak
mengetahui hal yang gaib, sebagaimana manusia, jin tidak akan mengetahui apakah
hari akan hujan atau tidak, nasib manusia esok hari seperti rezeki, jodoh, dan
lainnya; jenis kelamin janin, hari kiamat, serta saat kematian.
JIN TIDAK MENGETAHUI HAL YANG GHAIB
“Maka tatkala Kami telah
memutuskan kematian Sulaiman, tidak ada yang
menunjukkan kepada mereka tentang kematiannya itu kecuali rayap yang memakan
tongkatnya. Maka tatkala ia telah tersungkur, barulah jin itu tahu bahwa kalau
sekiranya mereka mengetahui yang gaib, tentulah mereka tidak tetap dalam siksa
yang menghinakan.” [Saba’ (34): 14].
SENJATA JIN
Lalu dengan cara apa jin kafir bisa
mencelakakan manusia? Dengan cara menghasut lewat bisikan di dalam hati
manusia. “Katakanlah: “Aku berlindung kepada
Tuhan (yang memelihara dan menguasai) manusia. Raja Manusia. Sembahan manusia. Dari
kejahatan (bisikan) setan yang biasa bersembunyi, dari kejahatan (bisikan) ke
dalam hati manusia, dari (golongan ) jin dan manusia.” (An-Naas (114):1-6]
JIN dan SETAN
Mengapa jin sering juga disebut setan? Dua istilah ini bisa
ditelusuri dari kisah penciptaan Adam, ketika itu, malaikat dan iblis diminta
sujud (menghormat) kepada Adam sebagai mahluk yang lebih
berilmu dari pada mereka berdua. Malaikat tunduk kepada perintah Allahuntuk sujud kepada Adam sedang iblis menolak perintah Allah dengan alasan:
“Saya (iblis) lebih baik daripadanya (Adam): Engkau ciptakan saya dari api sedang dia Engkau
ciptakan dari tanah.” (Al-A’raf (7): 12]. Karena kafir kepada
Allah itulah, iblis diusir dari surga. Ketika iblis menggoda Adam dan Hawa untuk mau memakan buah
larangan itu, Al-Qur’an menyebut iblis dengan
istilah setan: “Lalu keduanya digelincirkan oleh setan dari surga itu dan
dikeluarkan dari keadaan semula dan Kami berfirman: “Turunlah kamu! Sebagian
kamu menjadi musuh bagi yang lain, dan bagi kamu ada tempat kediaman di bumi,
dan kesenangan hidup sampai waktu yang ditentukan.” [Al-Baqarah (2): 36].
IBLIS:
Iblis adalah bentuk kata benda bahasa
Arab diambil dari kata “ilbalasa” yang
berarti “orang yang tidak punya kebaikan”; dan “ublisa” berarti “putus asa dan bingung”. Iblis adalah salah satu jin
yang waktu itu sudah ada bersama malaikat. Golongan jin lainnya, misalnya ifrit. Ada kemungkinan, iblis adalah salah satu
pemimpin terbesar bangsa jin, karena itu mewakili “Perhelatan” yang
diadakan Allah, bersama malaikat dan Adam.
Merujuk kepada surat Al-Baqarah (2): 36 dan An-Naas (114): 6, maka mereka yang disebut setan bisa berasal dari golongan jin dan dari golongan manusia. Jadi setan adalah jin kafir dan manusia kafir. Namun memang Al-Qur’an lebih sering menyebut setan ini dalam arti jin kafir. Sedang setan manusia juga disebut thagut (orang yang kelewat batas), sebab dia adalahkawan-kawan setan (jin kafir).
Dari sini dapat diketahui bahwa induk segala makhluk halus yang mengganggu manusia, entah itu bernama setan (satan), hantu (ghost), dan kuntilanak (sundel bolong) Atau sebagai digolongkan orang Jawa, yaitu memedi (hantu yang menakut-nakuti), lelembut (mahluk halus), tuyul (hantu bocah), dedemit atau demit (hantu penghuni suatu tempat), dandanyang (roh pelindung). Semua adalah jin kafir! Mereka menjadi pengikut iblis dan ifrit.
Merujuk kepada surat Al-Baqarah (2): 36 dan An-Naas (114): 6, maka mereka yang disebut setan bisa berasal dari golongan jin dan dari golongan manusia. Jadi setan adalah jin kafir dan manusia kafir. Namun memang Al-Qur’an lebih sering menyebut setan ini dalam arti jin kafir. Sedang setan manusia juga disebut thagut (orang yang kelewat batas), sebab dia adalahkawan-kawan setan (jin kafir).
Dari sini dapat diketahui bahwa induk segala makhluk halus yang mengganggu manusia, entah itu bernama setan (satan), hantu (ghost), dan kuntilanak (sundel bolong) Atau sebagai digolongkan orang Jawa, yaitu memedi (hantu yang menakut-nakuti), lelembut (mahluk halus), tuyul (hantu bocah), dedemit atau demit (hantu penghuni suatu tempat), dandanyang (roh pelindung). Semua adalah jin kafir! Mereka menjadi pengikut iblis dan ifrit.
PENCIPTAAN JIN
Jin diciptakan dari api dalam Al-Qur’an disebutkan: “Dan,
Kami telah menciptakan jin sebelum (Adam) dari api yang
sangat panas.” [Al-Hijr (15):27]. “Dan, Dia
telah telah menciptakan jin dari nyala api. “ [Ar-Rahman (55): 27].
Sedang di dalam hadits shahih
disebutkan, dari A’isyah
dari Nabi saw.
Beliau bersabda:
“Malaikat telah diciptakan dari cahaya. Jin telah diciptakan dari api. Dan Adam telah diciptakan dari apa yang disifatkan pada kalian.” (HR Muslim).
“Malaikat telah diciptakan dari cahaya. Jin telah diciptakan dari api. Dan Adam telah diciptakan dari apa yang disifatkan pada kalian.” (HR Muslim).
Karena perbedaan asal penciptaan
inilah, iblis melakukan kias diskrIminasi bahwa dia yang berasal dari api
mengaku lebih baik dibanding dengan Adam yang berasal dari “tanah liat kering (berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk”.
Karena itulah, dalam kazanah hukum Islam ada ulama yang menolak
kias, karena kias berasal dari iblis.
Sebetulnya kias (qiyas) yang dipergunakan iblis adalah kias
diskreminasi, bukan kias dalam makna analogi (persamaannya). Iblis menggunakan
variabel diskret ini didasarkan kepada rasa enggan, sombong, dan tinggi hati.
Oleh sebab itu, Allah mengutuk iblis karena telah berbuat kafir kepada-Nya. Sebagaimana
penciptaan manusia, jin yang berasal dari api tidak kemudian menjadi mahluk
api, maksudnya, tidak seluruhnya dalam bentuk api menyala. Begitu juga manusia
diciptakan dari tanah, tetapi secara fisik tidak dalam bentuk tanah, melainkan
dalam bentuk daging, darah dan tulang-tulang. Hal ini untuk menjawab alasan
orang yang culas, bahwa meski jin kafir nanti dimasukkan ke dalam api neraka,
tetapi hukuman itu tidak akan membuat mereka sakit, sebab keduanya diciptakan
dari bahan yang sama, yaitu api. Keterangan ini jelas batil, sebagaimana
manusia yang diciptakan dari tanah, kalau tubuh manusia ini terkena lemparan
bongkahan tanah maka akan sakit juga, meski keduanya berasal dari bahan yang
sama.
Perbedaan lainnya adalah jin
diciptakan lebih dulu dari manusia. Lalu lebih dulu mana jin dengan malaikat?
Ada tiga kemungkinan, karena tidak ada keterangan yang shahih, yaitu malaikat
lebih dulu dari jin, malaikat dan jin diciptakan bersamaan, terakhir jin lebih
dahulu diciptakan dari malaikat. Jadi hak Allah untuk untuk menciptakan mereka
lebih dahulu atau lebih akhir.
Hanya, sebagai manusia yang memiliki
alat yang disebut akal, maka kita lebih cenderung berpendapat – bisa benar dan
bisa salah - bahwa malaikat lebih dulu diciptakan dari jin. Alasannya, malaikat
diciptakan Allah untuk mengabdi dan sekaligus menjadi pembantu Allah, sedang
jin hanya diciptakan untuk beribadah kepada-Nya. Karena dengan dua tugas utama itulah
malaikat lebih dahulu diciptakan dari jin.
TUGAS JIN
TUGAS JIN
Allah menciptakan mahluk ada
tujuannya. Begitu juga dengan penciptaan jin. “Dan aku tidak menciptakan
jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.” [Adz-Dzariyat (51): 56].
Jadi pada awal mulanya jin itu adalah mahluk yang taat beribadah kepada Allah. Contohnya iblis adalah jenis mahluk yang sangat meyakini ketauhidan Allah. Mengapa kemudian mereka kafir kepada Allah?
Ini tidak lepas dari penciptaan Adam sebagai manusia pertama. Ketika Adam diciptakan dan diajarkan nama-nama benda, maka dia lebih unggul dari malaikat dan iblis. Allah menyuruh kedunya sujud tanda hormat kepada Adam, malaikat tunduk, tetapi iblis menolak, karena itulah dia kafir kepada Allah. Iblis yang kafir kemudian mendapat sebutan setan. Sejak kejadian itu, mulai terpecah-belahlah golongan jin menjadi dua. Yang pertama golongan jin kafir juga disebut setan, kedua jin yang tetap tunduk kepada Allah, sebut saja jin Muslim. Jin kafir menggoda dan mencelakakan manusia hingga akhir dunia, sementara jin Muslim tetap kepada fitrahnya beribadah kepad Allah. Dalam Al-Qur’an disebutkan: “ Dan sesungguhnya di antara kami ada orang-orang yang saleh dan di antara kami ada (pula) yang tidak demikian halnya. Adalah kami menempuh jalan yang berbeda-beda.” [Al-Jin (72):11].
Jadi pada awal mulanya jin itu adalah mahluk yang taat beribadah kepada Allah. Contohnya iblis adalah jenis mahluk yang sangat meyakini ketauhidan Allah. Mengapa kemudian mereka kafir kepada Allah?
Ini tidak lepas dari penciptaan Adam sebagai manusia pertama. Ketika Adam diciptakan dan diajarkan nama-nama benda, maka dia lebih unggul dari malaikat dan iblis. Allah menyuruh kedunya sujud tanda hormat kepada Adam, malaikat tunduk, tetapi iblis menolak, karena itulah dia kafir kepada Allah. Iblis yang kafir kemudian mendapat sebutan setan. Sejak kejadian itu, mulai terpecah-belahlah golongan jin menjadi dua. Yang pertama golongan jin kafir juga disebut setan, kedua jin yang tetap tunduk kepada Allah, sebut saja jin Muslim. Jin kafir menggoda dan mencelakakan manusia hingga akhir dunia, sementara jin Muslim tetap kepada fitrahnya beribadah kepad Allah. Dalam Al-Qur’an disebutkan: “ Dan sesungguhnya di antara kami ada orang-orang yang saleh dan di antara kami ada (pula) yang tidak demikian halnya. Adalah kami menempuh jalan yang berbeda-beda.” [Al-Jin (72):11].
“Dan sesungguhnya di antara kami ada
orang-orang yang taat dan ada (pula) (orang-orang) yang menyimpang dari
kebenaran. Barangsiapa yang taat, maka mereka itu benar-benar telah memilih
jalan yang lurus. Adapun orang-orang yang menyimpang dari kebenaran, maka mreka
menjadi kayu api bagi neraka Jahanam.” [Al-Jin (72): 14-15].
Jin terus menggoda anak cucu Adam di
dunia, hingga saat munculnya Nabi Sulaiman yang diberikan kemampuan Allah untuk bisa menundukkan bangsa jin. Jin dan setan itu diperbudak oleh Nabi Sulaiman untuk membangun gedung
yang tinggi, patung-patung, piring-piring yang besar seperti kolam, dan periuk
yang tetap berada di atas tungku. Kemampuan Nabi Sulaiman menundukkan jin ini
karena doanya terkabul. “Ya Tuhanku,
anugerahkanlah kepadaku kerajaan yang tidak dimiliki oleh seorangpun jua
sesudahku.” [Shad (38): 35].
Doa inilah yang mencegah Nabi Muhammad saw untuk mengikat
seorang jin atau iblis yang telah mengganggu salatnya. “Demi Allah, kalau tidak
karena doa
saudara kita Sulaiman,
niscaya dia akan diikat sehingga bisa dipermainkan oleh anak-anak penduduk Madinah.” (HR Muslim).
Dari hadis ini dapat diambil
kesimpulan bahwa tidak ada seorangpun yang dapat menundukkan jin, sebab
kemampuan untuk menundukkan jin hanya bisa dimiliki Nabi Sulaiman dan para nabi yang telah
mendapatkannya dari Allah, sehingga Nabi Muhammad saw sendiri mengurungkan
niatnya – meski memiliki kemampuan untuk itu.
HUKUM MEMINTA BANTUAN JIN
Bagaimana kalau jin itu sendiri yang suka
rela membantu manusia? Rasulullah sebagai manusia yang
agung, yang dulu banyak mendapatkan kesulitan, tidak pernah mendapatkan tawaran
bantuan dari jin (Muslim). Begitu juga tidak ada
cerita para sahabat bekerja sama dengan jin. Yang ada justru cerita tentang
para jin yang menggoda para sahabat, seperti kasusAbu Hurairah yang didatangi jin kafir yang menyamar sebagai
peminta-minta. Tiga hari berturut-turut jin itu meminta sesuatu dari baitul
maal, ketika dilaporkan kepada Nabi, maka diberitahu bahwa itu adalah setan
yang menyamar, maka ditangkapnya. Setan itu minta dilepaskan dengan imbalan
mengajarkan kepada Abu
Hurairah supaya
tidak tergoda setan, yaitu dengan membaca ayat Kursi.
Kebanyakan kerjasama dengan bantuan
jin kafir itu justru menimbulkan malapetaka, sebagaiman disitir Al-Qur’an:
“Dan sesungguhnya ada beberapa orang di antara manusia meminta perlindungan kepada beberapa orang di antara jin, maka jin-jin itu menambah dosa dan kesalahan bagi mereka.” (Al-Jin (72): 6].
Sebelum Nabi saw diangkat menjadi rasul, setan selalu mengintip pembicaraan di langit ke tujuh. Setelah itu, informasi yang tidak lengkap itu ditambah-tambahi dengan dusta dan disebarkan kepada para dukun pengikut setan untuk meramal atau untuk kepentingan hawa nafsunya sendiri. Itulah sebabnya, manusia bertambah dosa dan kesalahannya karena mereka meminta bantuan para setan itu. Setelah Nabi saw diangkat jadi rasul, Allah menembak para setan itu dengan meteor, sehingga tertutup pintu langit bagi mereka.
“Dan sesungguhnya ada beberapa orang di antara manusia meminta perlindungan kepada beberapa orang di antara jin, maka jin-jin itu menambah dosa dan kesalahan bagi mereka.” (Al-Jin (72): 6].
Sebelum Nabi saw diangkat menjadi rasul, setan selalu mengintip pembicaraan di langit ke tujuh. Setelah itu, informasi yang tidak lengkap itu ditambah-tambahi dengan dusta dan disebarkan kepada para dukun pengikut setan untuk meramal atau untuk kepentingan hawa nafsunya sendiri. Itulah sebabnya, manusia bertambah dosa dan kesalahannya karena mereka meminta bantuan para setan itu. Setelah Nabi saw diangkat jadi rasul, Allah menembak para setan itu dengan meteor, sehingga tertutup pintu langit bagi mereka.
CARA JIN BERIBADAH
Kembali pada pokok persoalan,
bagaimana cara jin itu beribadah kepada Allah? Golongan jin beribadah menurut syariat pada masa Nabi berada. Untuk sekarang para jin
beribadah mengikuti cara Nabi Muhammad saw: “Katakanlah (hai Muhammad): “Telah diwahyukan kepadaku bahwasanya
sekumpulan jin telah mendengarkan (Al-Qur’an) lalu
mereka berkata: “Sesungguhnya kami telah mendengarkan Al-Qur’an yang menakjubkan (yang)
memberi petunjuk kepada jalan yang benar, lalu kami beriman kepadanya. Dan kami
sekali-kali tidak akan mempersekutukan seorangpun dengan Tuhan kami, dan bahwasanya Maha Tinggi kebersaran Tuhan
kami,
Dia tidak beristri dan tidak (pula) beranak.” [Al-Jin (72): 1-3].
JIN BERANAK PINAK
Seperti manusia, apakah jin juga
berketurunan? Sebagian besar ulama berpendapat bahwa jin juga berketurunan
seperti manusia. Alasannya: “Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada
para malaikat: “Sujudlah kamu kepada Adam”, maka sujudlah mereka
kecuali iblis. Dia adalah dari golongan jin, maka ia mendurhakai perintah Tuhannya.
Patutkah kamu mengambil dia dan turunan-turunannya (dzurriyyatahu)
sebagai pemimpin selain daripada-Ku, sedang mereka adalah musuhmu? Amat
buruklah iblis itu sebagai pengganti (Allah) bagi
orang-orang yang zalim. [Al-Kahfi (18): 50].
Berarti jin itu berketurunan. Dalam
logika kita, jin itu melakukan perkawinan dan beranak-pinak seperti manusia.
Cuma dalam hal ini kita tidak tahu bagaimana hakekat reproduksi mereka. “Mereka
(para bidadari) belum disentuh oleh manusia sebelum
mereka (penghuni surga) dan tidak pula oleh jin. [Ar-Rahman (55): 56].
JIN MASUK SURGA DN NERAKA
Di sini diketahui bahwa jin Muslim akan masuk surga, dan
mereka juga akan melakukan hubungan suam-istri dengan para bidadari sebagaimana
manusia melakukan perkawinan. Jadi jin juga melakukan perkawinan dan
beranak-pinak ketika di dunia. Ada persoalan, betulkah manusia bisa kawin
dengan jin? Mustahil. Jin dan manusia adalah spesies yang berbeda, seperti,
dapatkah kawina (bersatu) antara api dengan tanah? Mungkin yang dimaksud
di sini adalah perkawinan ideologi, di mana manusia telah sesat mengikutigodaan setan (jin kafir).
JIN MENGALAMI KEMATIAN
Menurut keterangan hadis, jin
mengalami ajal. Namun dipercayai umur mereka panjang-panjang seperti umur iblis
yang hingga akhir dunia. Mereka juga makan dan minum, menurut hadis sahih:
“Tulang dan kotoran binatang itu merupakan makanan jin” (HR Bukhari).
BENTUK ASLI JIN
Bagaimana wajah jin kafir (setan)? Hadis sahih menunjukkan bahwa setan
memiliki dua tanduk, sedang Al-Qur’an menunjukkan bahwa wajah itu menyeramkan.
“Sesungguhnya ia (zaqqum) adalah sebatang pohon yang keluar dari dasar
neraka yang menyala-nyala. Buahnya seperti kepala-kepala setan.” [ Ash-Shafat (37): 65].
Bentuknya? Besar kemungkinan lebih
kecil dari manusia, karena dalam hadits Nabi sawtentang keinginan akan
menangkap jin dan akan dipermainkan anak-anak Madinah, dan bentuknya mungkin
seperti boneka, sehingga anak-anak senang mempermainkannya. Wallahualam.
TEMPAT TINGGAL JIN
Di mana tempat jin kafir? Rumah yang
lama tidak didiami manusia akan menjadi sarang jin, dan menurut hadits Muslim, pasar adalah tempat
setan bertempur. Jin
memiliki waktu-waktu tertentu untuk aktivitas, sebab kita dilarang salat sunah
pada waktu fajar dan tenggelamnya matahari (HR Bukhari), karena
itulah waktu bencana, saat orang menyembah matahari.
Beberapa aktivitas jin kafir adalah
menyembah berhala, mengundi nasib, berjudi, dan minum minuman keras, serta
perbuatan maksiat dan mungkar lainnya sebagaimana disebutkan Al-Qur’an. Yang jelas, di manapun
dan kapanpun, bila ada kesempatan jin kafir alias setan menggoda manusia, maka
mereka akan berada di tempat dan waktu yang diperlukan itu
BERINTERKASI
JIN
Jin memang
diakui keberadaannya dalam syariat. Sayangnya, banyak masyarakat yang
menyikapinya dengan dibumbui klenik mistis. Bahkan belakangan, tema jin dan
alam ghaib menjadi salah satu komoditi yang menyesaki tayangan berbagai media.
Fenomena
alam jin akhir-akhir ini menjadi topik yang ramai diperbincangkan dan hangat di
bursa obrolan. Menggugah keinginan banyak orang untuk mengetahui lebih jauh dan
menyingkap tabir rahasianya, terlebih ketika mereka banyak disuguhi
tayangan-tayangan televisi yang sok berbau alam ghaib. Lebih parah lagi,
pembahasan seputar itu tak lepas dari pemahaman mistik yang menyesatkan dan
membahayakan aqidah. Padahal alam ghaib, jin, dan sebagainya merupakan perkara
yang harus diimani keberadaannya dengan benar.
Membahas
topik seputar jin sendiri sejatinya sangatlah panjang. Sampai-sampai guru kami
Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi t mengatakan: “Bila ada seseorang yang menulisnya,
tentu akan keluar menjadi sebuah buku seperti Bulughul Maram atau Riyadhus
Shalihin, dilihat dari sisi klasifikasinya, yang muslim dan yang kafir,
penguasaan jin dan setan, serta godaan-godaannya terhadap Bani Adam.”
Keagamaan
Kaum Jin
Jin tak jauh
berbeda dengan Bani Adam. Di antara mereka ada yang shalih dan ada pula yang
rusak lagi jahat. Seperti firman Allah I menghikayatkan mereka:
“Dan
sesungguhnya di antara kami ada orang-orang yang shalih dan di antara kami ada
(pula) yang tidak demikian halnya. Adalah kami menempuh jalan yang
berbeda-beda.” (Al-Jin: 11)
Dalam ayat lain Allah I berfirman:
Dalam ayat lain Allah I berfirman:
“Dan
sesungguhnya di antara kami ada orang-orang yang taat dan ada (pula) orang-orang
yang menyimpang dari kebenaran.” (Al-Jin: 14)
Di antara
mereka ada yang kafir, jahat dan perusak, ada yang bodoh, ada yang sunni, ada
golongan Syi’ah, serta ada juga golongan sufi.
Diriwayatkan
dari Al-A’masy, beliau berkata: “Jin pernah datang menemuiku, lalu kutanya:
‘Makanan apa yang kalian sukai?’ Dia menjawab: ‘Nasi.’ Maka kubawakan nasi
untuknya, dan aku melihat sesuap nasi diangkat sedang aku tidak melihat
siapa-siapa. Kemudian aku bertanya: ‘Adakah di tengah-tengah kalian para
pengikut hawa nafsu seperti yang ada di tengah-tengah kami?’ Dia menjawab:
‘Ya.’‘Bagaimana keadaan golongan Rafidhah yang ada di tengah kalian?” tanyaku.
Dia menjawab: ‘Merekalah yang paling jelek di antara kami’.”
Ibnu Katsir
t berkata: “Aku perlihatkan sanad riwayat ini pada guru kami, Al-Hafizh Abul
Hajjaj Al-Mizzi, dan beliau mengatakan: ‘Sanad riwayat ini shahih sampai
Al-A’masy’.” (Tafsir Al-Qur`anul ’Azhim, 4/451)
Mendakwahi
Jin
Dakwah
memiliki kedudukan yang sangat agung. Dakwah merupakan bagian dari kewajiban
yang paling penting yang diemban kaum muslimin secara umum dan para ulama
secara lebih khusus. Dakwah merupakan jalan para rasul, di mana mereka
merupakan teladan dalam persoalan yang besar ini.
Karena
itulah Allah mewajibkan para ulama untuk menerangkan kebenaran dengan dalilnya
dan menyeru manusia kepadanya. Sehingga keterangan itu dapat mengeluarkan
mereka dari gelapnya kebodohan, dan mendorong mereka untuk melaksanakan urusan
dunia dan agama sesuai dengan apa yang telah diperintahkan Allah.
Dakwah yang
diemban Nabi n adalah dakwah yang universal, tidak terbatas kepada kaum
tertentu tetapi untuk seluruh manusia. Bahkan kaum jin pun menjadi bagian dari
sasaran dakwahnya.
Al-Qur`an telah mengabarkan kepada kita bahwa sekelompok kaum jin men-dengarkan Al-Qur`an, sebagaimana tertera dalam surat Al-Ahqaf ayat 29-32. Kemudian Allah menyuruh Nabi kita n agar memberitahukan yang demikian itu. Allah I berfirman:
Al-Qur`an telah mengabarkan kepada kita bahwa sekelompok kaum jin men-dengarkan Al-Qur`an, sebagaimana tertera dalam surat Al-Ahqaf ayat 29-32. Kemudian Allah menyuruh Nabi kita n agar memberitahukan yang demikian itu. Allah I berfirman:
“Katakanlah
(hai Muhammad): ‘Telah diwahyukan kepadaku bahwasanya: sekumpulan jin telah
mendengarkan Al-Qur`an, lalu mereka berkata: ‘Sesungguhnya kami telah
mendengarkan Al-Qur`an yang menakjubkan’,” dan seterusnya. (Lihat Al-Qur`an
surat Al-Jin: 1)
Tujuan dari
itu semua adalah agar manusia mengetahui ihwal kaum jin, bahwa beliau n diutus
kepada segenap manusia dan jin. Di dalamnya terdapat petunjuk bagi manusia dan
jin serta apa yang wajib bagi mereka yakni beriman kepada Allah I, Rasul-Nya,
dan hari akhir. Juga taat kepada Rasul-Nya dan larangan dari melakukan
kesyirikan dengan jin.
Jika jin itu
sebagai makhluk hidup, berakal dan dibebani perintah dan larangan, maka mereka
akan mendapatkan pahala dan siksa. Bahkan karena Nabi n pun diutus kepada
mereka, maka wajib atas seorang muslim untuk memberlakukan di tengah-tengah
mereka seperti apa yang berlaku di tengah-tengah manusia berupa amar ma’ruf
nahi mungkar dan berdakwah seperti yang telah disyariatkan Allah I dan
Rasul-Nya. Juga seperti yang telah diserukan dan dilakukan Nabi n atas mereka.
Bila mereka menyakiti, maka hadapilah serangannya seperti saat membendung
serangan manusia. (Idhahu Ad-Dilalah fi ‘Umumi Ar-Risalah, hal. 13 dan 16)
Mendakwahi
kaum jin tidaklah mengharuskan seseorang untuk terjun menyelami seluk-beluk
alam dan kehidupan mereka, serta bergaul langsung dengannya. Karena semua ini
tidaklah diperintahkan. Sebab, lewat majelis-majelis ta’lim dan kegiatan dakwah
lainnya yang dilakukan di tengah-tengah manusia berarti juga telah mendakwahi
mereka.
Asy-Syaikh
Muqbil bin Hadi t berkata: “Bisa jadi ada sebagian orang mengira bahwa para jin
itu tidak menghadiri majelis-majelis ilmu. Ini adalah sangkaan yang keliru.
Padahal tidak ada yang dapat mencegah mereka untuk menghadirinya, kecuali di
antaranya ada yang mengganggu dan ada setan-setan. Maka kita katakan:
“Ya Rabbku,
aku berlindung kepada Engkau dari bisikan-bisikan setan. Dan aku berlindung
(pula) kepada Engkau ya Rabbku, dari kedatangan mereka kepadaku.” (Al-Mu`minun:
97-98) [lihat Nashihatii li Ahlis Sunnah Minal Jin]
Adakah Rasul
dari Kalangan Jin?
Para ulama
berselisih pendapat tentang masalah ini, apakah dari kalangan jin ada rasul,
ataukah rasul itu hanya dari kalangan manusia? Sementara Allah I berfirman:
“Wahai
golongan jin dan manusia, apakah belum datang kepadamu rasul-rasul dari
golongan kamu sendiri yang menyam-paikan kepadamu ayat-ayat-Ku dan memberi
peringatan kepadamu terhadap pertemuan-mu dengan hari ini?” Mereka berkata:
‘Kami menjadi saksi atas diri kami sendiri’. Kehidupan dunia telah menipu
mereka, dan mereka menjadi saksi atas diri mereka sendiri bahwa mereka adalah
orang-orang yang kafir.” (Al-An’am: 130)
Sebagian
ulama berdalil dengan ayat ini untuk menyatakan bahwa ada rasul dari kalangan
jin. Juga berdalilkan dengan sebuah atsar (riwayat) dari Adh-Dhahhak ibnu
Muzahim. Beliau mengatakan bahwa ada rasul dari kalangan jin. Yang berpendapat
seperti ini di antaranya adalah Muqatil dan Abu Sulaiman, namun keduanya tidak
menyebutkan sandaran (dalil)-nya. (Zadul Masir, 3/125)
Yang benar,
wal ’ilmu ’indallah, tidak ada rasul dari kalangan jin. Dan pendapat inilah
yang para salaf dan khalaf berada di atasnya. Adapun atsar yang datang dari
Adh-Dhahhak, telah diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dalam Tafsir-nya (12/121).
Namun di dalam sanadnya ada syaikh (guru) Ibnu Jarir yang bernama Ibnu Humaid
yakni Muhammad bin Humaid Abu Abdillah Ar-Razi. Para ulama banyak
membicarakan-nya, seperti Al-Imam Al-Bukhari telah berkata tentangnya: “Fihi
nazhar (perlu ditinjau kembali, red.).” Al-Imam Adz-Dzahabi t berkata: “Dia,
bersamaan dengan kedudukannya sebagai imam, adalah mungkarul hadits, pemilik
riwayat yang aneh-aneh.” (Siyarul A’lam An-Nubala`, 11 / 530). Lebih lengkapnya
silahkan pembaca merujuk kitab-kitab al-jarhu wa ta’dil.
Ibnu Katsir t berkata: “Tidak ada rasul dari kalangan jin seperti yang telah dinyatakan Mujahid dan Ibnu Juraij serta yang lainnya dari para ulama salaf dan khalaf. Adapun berdalil dengan ayat –yakni Al-An’am: 130–, maka perlu diteliti ulang karena masih terdapatnya kemung-kinan, bukan merupakan sesuatu yang sharih (jelas pendalilannya). Sehingga kalimat ‘dari golongan kamu sendiri’ maknanya adalah ‘dari salah satu golongan kamu’.” (Lihat Tafsir Al-Qur`anul ‘Azhim, 2/188)
Ibnu Katsir t berkata: “Tidak ada rasul dari kalangan jin seperti yang telah dinyatakan Mujahid dan Ibnu Juraij serta yang lainnya dari para ulama salaf dan khalaf. Adapun berdalil dengan ayat –yakni Al-An’am: 130–, maka perlu diteliti ulang karena masih terdapatnya kemung-kinan, bukan merupakan sesuatu yang sharih (jelas pendalilannya). Sehingga kalimat ‘dari golongan kamu sendiri’ maknanya adalah ‘dari salah satu golongan kamu’.” (Lihat Tafsir Al-Qur`anul ‘Azhim, 2/188)
Menikah
dengan Jin
Menikah
adalah satu-satunya cara terbaik untuk mendapatkan keturunan. Karena itulah
Allah I mensyariatkannya untuk segenap hamba-hamba-Nya. Allah I berfirman:
“Dan
nikahkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang
layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang perempuan.”(An-Nuur: 32)
Kaum jin
memiliki keturunan dan anak keturunannya beranak-pinak, sebagaimana manusia
berketurunan dan anak keturunan-nya beranak-pinak. Allah I berfirman:
“Patutkah
kalian mengambil dia dan turunan-turunannya sebagai pemimpin selain-Ku,
sedangkan mereka adalah musuh kalian?” (Al-Kahfi: 50)
Kalangan
kaum jin itu ada yang berjenis laki-laki dan ada juga perempuan, sehingga untuk
mendapatkan keturunan merekapun saling menikah. Allah I berfirman:
“Tidak
pernah disentuh oleh manusia sebelum mereka (penghuni-penghuni surga yang
menjadi suami mereka) dan tidak pula oleh jin.” (Ar-Rahman: 56)
Artha’ah
Ibnul Mundzir t berkata: “Dhamrah ibnu Habib pernah ditanya: ‘Apakah jin akan
masuk surga?’ Beliau menjawab: ‘Ya, dan mereka pun menikah. Untuk jin yang
laki-laki akan mendapatkan jin yang perempuan, dan untuk manusia yang jenis
laki-laki akan mendapatkan yang jenis perempuan’.” (Diriwayatkan oleh Ibnu
Katsir dalam Tafsir-nya, 4/288)
Termasuk
kasih sayang Allah I terhadap Bani Adam, Allah I menjadikan untuk mereka
suami-suami atau istri-istri dari jenis mereka sendiri. Allah I berfirman:
“Dan di
antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari
jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya. Dan
dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang.” (Ar-Rum: 21)
Perkara ini,
yakni pernikahan antara manusia dengan manusia adalah hal yang wajar, lumrah
dan sesuai tabiat, karena adanya rasa cinta dan kasih sayang di tengah-tengah
mereka. Persoalannya, mungkinkah terjadi pernikahan antara manusia dengan jin,
atau sebaliknya jin dengan manusia?
Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyyah t berkata: “Pernikahan antara manusia dengan jin memang
ada dan dapat menghasilkan anak. Peristiwa ini sering terjadi dan populer. Para
ulama pun telah menyebutkannya. Namun kebanyakan para ulama tidak menyukai
pernikahan dengan jin.” (Idhahu Ad-Dilalah hal. 16)
Asy-Syaikh
Muqbil bin Hadi t mengatakan: “Para ulama telah berselisih pendapat tentang
perkara ini sebagaimana dalam kitab Hayatul Hayawan karya Ad-Dimyari. Namun
menurutku, hal itu diperbolehkan, yakni laki-laki yang muslim menikahi jin
wanita yang muslimah. Adapun firman Allah I:
“Dan di
antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari
jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepada-nya…”
(Ar-Rum: 21),
maka –maknanya– ini adalah anugrah yang terbesar di mana manusia yang jenis laki-laki menikah dengan manusia yang jenis perempuan, dan jin laki-laki dengan jin perempuan.
Tetapi jika seorang laki-laki dari kalangan manusia menikah dengan seorang perempuan dari kalangan jin, maka kita tidak memiliki alasan dari syariat yang dapat mencegahnya. Demikian juga sebaliknya. Hanya saja Al-Imam Malik t tidak menyukai bila seorang wanita terlihat dalam keadaan hamil, lalu dia ditanya: “Siapa suamimu?” Dia menjawab: “Suamiku dari jenis jin.”
Saya (Asy-Syaikh Muqbil) katakan: “Memungkinkan sekali fenomena yang seperti ini membuka peluang terjadinya perzinaan dan kenistaan.” (Nashihatii li Ahlis Sunnah Minal Jin)
maka –maknanya– ini adalah anugrah yang terbesar di mana manusia yang jenis laki-laki menikah dengan manusia yang jenis perempuan, dan jin laki-laki dengan jin perempuan.
Tetapi jika seorang laki-laki dari kalangan manusia menikah dengan seorang perempuan dari kalangan jin, maka kita tidak memiliki alasan dari syariat yang dapat mencegahnya. Demikian juga sebaliknya. Hanya saja Al-Imam Malik t tidak menyukai bila seorang wanita terlihat dalam keadaan hamil, lalu dia ditanya: “Siapa suamimu?” Dia menjawab: “Suamiku dari jenis jin.”
Saya (Asy-Syaikh Muqbil) katakan: “Memungkinkan sekali fenomena yang seperti ini membuka peluang terjadinya perzinaan dan kenistaan.” (Nashihatii li Ahlis Sunnah Minal Jin)
Meminta
Bantuan Jin
Sangat
rasional dan amatlah sesuai dengan fitrah bila yang lemah meminta bantuan
kepada yang kuat, dan yang kekurangan meminta bantuan kepada yang serba
kecukupan.
Manusia lebih mulia dan lebih tinggi kedudukannya daripada jin. Sehingga sangatlah jelek dan tercela bila manusia meminta bantuan kepada jin. Selain itu, bila ternyata yang dimintai bantuannya adalah setan, maka secara perlahan, setan itu akan menyuruh kepada kemaksiatan dan penyelisihan terhadap agama Allah I. Allah I berfirman:
Manusia lebih mulia dan lebih tinggi kedudukannya daripada jin. Sehingga sangatlah jelek dan tercela bila manusia meminta bantuan kepada jin. Selain itu, bila ternyata yang dimintai bantuannya adalah setan, maka secara perlahan, setan itu akan menyuruh kepada kemaksiatan dan penyelisihan terhadap agama Allah I. Allah I berfirman:
“Dan
bahwasanya ada beberapa orang laki-laki di antara manusia meminta perlindungan
kepada beberapa laki-laki di antara jin. Maka jin-jin itu menambah ketakutan
bagi mereka.” (Al-Jin: 6)
Ibnu Mas’ud z berkata: “Ada sekelompok orang dari kalangan manusia yang menyembah beberapa dari kalangan jin, lalu para jin itu masuk Islam. Sementara sekelompok manusia yang menyembahnya itu tidak mengetahui keislamannya, mereka tetap menyembahnya sehingga Allah I mencela mereka.” (Diambil dari Qa’idah ’Azhimah, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah hal. 24)
Jin tidak mengetahui perkara yang ghaib dan tidak punya kekuatan untuk memberikan kemudharatan tidak pula mendatangkan kemanfaatan. Allah I berfirman:
Ibnu Mas’ud z berkata: “Ada sekelompok orang dari kalangan manusia yang menyembah beberapa dari kalangan jin, lalu para jin itu masuk Islam. Sementara sekelompok manusia yang menyembahnya itu tidak mengetahui keislamannya, mereka tetap menyembahnya sehingga Allah I mencela mereka.” (Diambil dari Qa’idah ’Azhimah, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah hal. 24)
Jin tidak mengetahui perkara yang ghaib dan tidak punya kekuatan untuk memberikan kemudharatan tidak pula mendatangkan kemanfaatan. Allah I berfirman:
“Maka
tatkala Kami telah menetapkan kematian Sulaiman, tidak ada yang menunjuk-kan
kematiannya itu kepada mereka kecuali rayap yang memakan tongkatnya. Maka
tatkala ia telah tersungkur, tahulah jin itu bahwa kalau mereka mengetahui yang
ghaib tentulah mereka tidak tetap dalam siksa yang menghinakan.” (Saba`: 14)
Jin tidak
memiliki kemampuan untuk menolak mudharat atau memindahkannya. Jin tidak bisa
mentransfer penyakit dari tubuh manusia ke dalam tubuh binatang. Demikian pula
manusia, tidak punya kemampuan untuk itu. Allah I berfirman:
“Dan tidak
adalah kekuasaan Iblis terhadap mereka, melainkan hanyalah agar Kami dapat
membedakan siapa yang beriman kepada adanya kehidupan akhirat dari siapa yang
ragu-ragu tentang itu. Dan Rabbmu Maha Memelihara segala sesuatu. Katakanlah:
‘Serulah mereka yang kamu anggap (sebagai sesembahan) selain Allah, mereka
tidak memiliki (kekuasaan) seberat zarrahpun di langit dan di bumi. Dan mereka
tidak mempunyai suatu sahampun dalam (penciptaan) langit dan bumi dan
sekali-kali tidak ada di antara mereka yang menjadi pembantu bagi-Nya’.”
(Saba`: 21-22)
Gangguan Jin
secara umum,
gangguan jin merupakan sesuatu yang tidak diragukan lagi keberadaannya, baik
menurut pemberitaan Al-Qur`an, As-Sunnah, maupun ijma’. Allah I berfirman:
“Dan jika
setan mengganggumu dengan suatu gangguan, maka mohonlah perlindungan kepada
Allah. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Fushshilat:
36)
Rasulullah n bersabda:
Rasulullah n bersabda:
“Sesungguhnya
setan menampak-kan diri di hadapanku untuk memutus shalatku. Namun Allah
memberikan kekuasaan kepadaku untuk menghadapinya. Maka aku pun membiarkannya.
Sebenarnya aku ingin mengikatnya di sebuah tiang hingga kalian dapat
menontonnya. Tapi aku teringat perkataan saudaraku Sulaiman u: ‘Ya Rabbi
anugerahkanlah kepada-ku kerajaan yang tidak dimiliki seorang pun sesudahku’.
Maka Allah mengusirnya dalam keadaan hina.” (HR. Al-Bukhari no. 4808, Muslim
no. 541 dari Abu Hurairah )
Suatu ketika
Rasulullah n sedang mendirikan shalat, lalu didatangi setan. Beliau memegangnya
dan mencekiknya. Beliau bersabda:
“Hingga
tanganku dapat merasakan lidahnya yang dingin yang menjulur di antara dua
jariku: ibu jari dan yang setelahnya.” (HR. Ahmad, 3/82-83 dari Abu Sa’id
Al-Khudri )
Diriwayatkan
dari ‘Utsman bin Abil ‘Ash z, ia berkata:
“Wahai
Rasulullah, setan telah menjadi penghalang antara diriku dan shalatku serta
bacaanku.” Beliau n bersabda: “Itulah setan yang bernama Khanzab. Jika engkau
merasakannya, maka berlindunglah kepada Allah darinya dan meludahlah ke arah
kiri tiga kali.” Aku pun melakukannya dan Allah telah mengusirnya dari sisiku.
(HR. Muslim no. 2203 dari Abul ’Ala`)
Gangguan jin juga bisa berupa masuknya jin ke dalam tubuh manusia yang diistilahkan orang sekarang dengan kesu-rupan atau kerasukan.
Gangguan jin juga bisa berupa masuknya jin ke dalam tubuh manusia yang diistilahkan orang sekarang dengan kesu-rupan atau kerasukan.
Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyyah t berkata: “Keberadaan jin merupakan perkara yang benar
menurut Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya serta kesepakatan salaful ummah dan
para imamnya. Demikian pula masuknya jin ke dalam tubuh manusia adalah perkara
yang benar dengan kesepakatan para imam Ahlus Sunnah wal Jamaah. Allah I
berfirman:
“Orang-orang
yang makan (mengam-bil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya
orang yang kemasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila.” (Al-Baqarah: 275)
Dan dalam hadits yang shahih dari Nabi :
Dan dalam hadits yang shahih dari Nabi :
“Sesungguhnya
setan itu berjalan di dalam diri anak Adam melalui aliran darah.”
Tidak ada imam kaum muslimin yang mengingkari masuknya jin ke dalam tubuh orang yang kesurupan. Siapa yang mengingkarinya dan menyatakan bahwa syariat telah mendustakannya, berarti dia telah mendustakan syariat itu sendiri. Tidak ada dalil-dalil syar’i yang menolaknya.” (Majmu’ul Fatawa, 24/276-277, diambil dari tulisan Asy-Syaikh Ibnu Baz, Idhahul Haq)
Ibnul Qayyim juga telah panjang lebar menerangkan masalah ini. (Lihat Zadul Ma’ad, 4/66-69)
Tidak ada imam kaum muslimin yang mengingkari masuknya jin ke dalam tubuh orang yang kesurupan. Siapa yang mengingkarinya dan menyatakan bahwa syariat telah mendustakannya, berarti dia telah mendustakan syariat itu sendiri. Tidak ada dalil-dalil syar’i yang menolaknya.” (Majmu’ul Fatawa, 24/276-277, diambil dari tulisan Asy-Syaikh Ibnu Baz, Idhahul Haq)
Ibnul Qayyim juga telah panjang lebar menerangkan masalah ini. (Lihat Zadul Ma’ad, 4/66-69)
Golongan
yang Mengingkari Masuknya Jin ke dalam Tubuh Manusia (Kesurupan)
a. Kaum
orientalis, musuh-musuh Islam yang tidak percaya kecuali kepada hal-hal yang
bisa diraba panca indra.b. Para ahli filsafat dan antek-anteknya, mereka
mengingkari keberadaan jin. Maka secara otomatis merekapun mengingkari
merasuknya jin ke dalam tubuh manusia.
c. Kaum Mu’tazilah,
mereka mengakui adanya jin tetapi menolak masuknya jin ke dalam tubuh manusia.
d. Prof. Dr.
‘Ali Ath-Thanthawi, guru besar Universitas Al-Azhar, Kairo. Ia mengingkari dan
mendustakan terjadinya kesurupan karena jin dan menganggap hal itu hanyalah
sesuatu yang direkayasa (lihat artikel Idhahul Haq fi Dukhulil Jinni Fil Insi, Asy-Syaikh
Abdul ‘Aziz bin Baz )
e. Dr.
Muhammad Irfan. Dalam surat kabar An-Nadwah tanggal 14/10/1407 H, menyatakan
bahwa: “Masuknya jin ke dalam tubuh manusia dan bicaranya jin lewat lisan
manusia adalah pemahaman ilmiah yang salah 100%.” (Idhahul Haq)
f. Persatuan
Islam (PERSIS). Dalam Harian Pikiran Rakyat tanggal 5 September 2005,
mengeluarkan beberapa pernyataan yang diwakili Dewan Hisbahnya, sebagai
berikut: “Poin 7 …Tidak ada kesurupan jin, keyakinan dan pengobatan kesurupan
jin adalah dusta dan syirik.”
Semua pengingkaran atas kemampuan masuknya jin ke dalam tubuh manusia adalah batil. Hanya terlahir dari sedikitnya ilmu akan perkara-perkara yang syar’i dan terhadap apa yang ditetapkan ahlul ilmi dari kalangan Ahlus Sunnah Wal Jamaah.
Semua pengingkaran atas kemampuan masuknya jin ke dalam tubuh manusia adalah batil. Hanya terlahir dari sedikitnya ilmu akan perkara-perkara yang syar’i dan terhadap apa yang ditetapkan ahlul ilmi dari kalangan Ahlus Sunnah Wal Jamaah.
Abdullah
bin Ahmad bin Hambal berkata: “Aku pernah berkata pada ayahku: ‘Sesungguhnya
ada sekumpulan kaum yang berkata bahwa jin tidak dapat masuk ke tubuh manusia
yang kerasukan.’ Maka ayahku berkata: ‘Wahai anakku, tidak benar. Mereka itu
berdusta. Bahkan jin dapat berbicara lewat lidahnya’.” (Idhahu Ad-Dilalah, atau
lihat Majmu’ul Fatawa, 19/10)
Berikut ini
pernyataan para mufassir (ahli tafsir) berkenaan dengan firman Allah I:
“Orang-orang
yang makan riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang
kemasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila.” (Al-Baqarah: 275)
Al-Imam Ibnu Jarir Ath-Thabari t mengatakan:
“Yakni bahwa orang-orang yang menjalankan praktek riba ketika di dunia, maka
pada hari kiamat nanti akan bangkit dari dalam kuburnya seperti bangkitnya
orang yang kesurupan setan yang dirusak akalnya di dunia. Orang itu seakan
kerasukan setan sehingga menjadi seperti orang gila.” (Jami’ Al-Bayan Fi Tafsir
Al-Qur`an, 3/96)
Al-Imam Al-Qurthubi t mene-gaskan: “Ayat ini
adalah argumen yang mementahkan pendapat orang yang mengingkari adanya
kesurupan jin dan menganggap yang terjadi hanyalah faktor proses alamiah dalam
tubuh manusia serta bahwa setan sama sekali tidak dapat merasuki manusia.”
(Al-Jami’ li Ahkamil Qur`an, 3/355)
Al-Imam Ibnu Katsir t berkata: “Yakni mereka
tidak akan bangkit dari kuburnya pada hari kiamat melainkan seperti bangkitnya
orang yang kesurupan setan saat setan itu merasukinya.” (Tafsir Al-Qur`anul
‘Azhim, 1/359)
Penyebab
Kesurupan
Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyyah t menjelaskan bahwa masuknya jin pada tubuh manusia bisa
jadi karena dorongan syahwat, hawa nafsu dan rasa cinta kepada manusia,
sebagaimana yang terjadi antara manusia satu sama lainnya. Terkadang -atau
bahkan mayoritasnya- juga karena dendam dan kemarahan atas apa yang dilakukan
sebagian manusia seperti buang air kecil, menuangkan air panas yang mengenai
sebagian mereka, serta membu-nuh sebagian mereka meskipun manusia tidak
mengetahuinya. Kalangan jin juga banyak melakukan kedzaliman dan banyak pula
yang bodoh, sehingga mereka melakukan pembalasan di luar batas. Masuknya jin ke
tubuh manusia terkadang disebabkan keisengan sebagian mereka dan tindakan jahat
yang dilakukan-nya. (Idhahu Ad-Dilalah Fi ‘Umumi Ar-Risalah, hal. 16) Bagaimana
kita menghindari gangguan-gangguan itu? Ibnu Taimiyah t menjelaskan:
“Adapun orang yang melawan permusuhan jin dengan cara yang adil
sebagaimana Allah dan Rasul-Nya perintahkan, maka dia tidak mendzalimi jin.
Bahkan ia taat kepada Allah dan Rasul-Nya dalam menolong orang yang terdzalimi,
membantu orang yang kesusahan, dan menghilangkan musibah dari orang yang
tertimpanya, dengan cara yang syar’i dan tidak mengandung syirik serta tidak
mengandung kedzaliman terhadap makhluk. Yang seperti ini, jin tidak akan
mengganggunya, mungkin karena jin tahu bahwa dia orang yang adil atau karena
jin tidak mampu mengganggunya. Tapi bila jin itu dari kalangan yang sangat
jahat, bisa jadi dia tetap mengganggunya, tetapi dia lemah. Untuk yang seperti
ini, semestinya ia melindungi diri dengan membaca ayat Kursi, Al-Falaq, An-Nas
(atau bacaan lain yang semakna, ed), shalat, berdoa, dan semacam itu yang bisa
menguatkan iman dan menjauhkan dari dosa-dosa…” (Idhahu Ad-Dilalah, hal.
138)Pembaca, demikian yang dapat kami paparkan di sini, mudah-mudahan dapat
mewakili apa yang belum lengkap penjelasannya.Wal’ilmu ’indallah.
Catatan
Kaki:
1 Di antara
ulama yang berpendapat terlarangnya hal itu adalah Asy-Syaikh Muhammad Al-Amin
Asy-Syinqith Beliau mengatakan: “Saya tidak mengetahui dalam Kitabullah maupun
Sunnah Rasulullah adanya dalil yang
menunjukkan bolehnya pernikahan antara manusia dan jin. Bahkan yang bisa
dijadikan pendukung dari dzahir ayat adalah tidak bolehnya hal itu.” (Adhwa`ul
Bayan, 3/321)
Badruddin Asy-Syibli dalam bukunya Aakamul Mirjan mengemukakan bahwa sekelompok tabi’in membenci pernikahan jin dengan manusia. Di antara mereka adalah Al-Hasan, Qatadah, Az-Zuhri, Hajjaj bin Arthah, demikian pula sejumlah ulama Hanafiyah.
Badruddin Asy-Syibli dalam bukunya Aakamul Mirjan mengemukakan bahwa sekelompok tabi’in membenci pernikahan jin dengan manusia. Di antara mereka adalah Al-Hasan, Qatadah, Az-Zuhri, Hajjaj bin Arthah, demikian pula sejumlah ulama Hanafiyah.
Mba-mba bisa-bisanya percaya sama pesugihan gak keliatan dampaknya di dunia nanti berasa di akhirat macem gak punya Tuhan si mba ini, lebih percaya kekuatan dukun dari pada kekuatan Tuhan. Padahal Tuhan itu maha kuasa atas segala apapun-_-
BalasHapusTetap yang namanya minta rizki diluar syariat yang telah ditetapkan Allah SWT namanya musyrik,segeralah taubat nasuha mba sebelum ajal menjemput.
BalasHapusjiahhhh wadul paling ieu mah agen kemusrikan ujung-ujungnya duit juga itu sih contohnya bisa beli hewan,padahal beli hewankan itu tanda mampu alias punya duit,kalo duit ini pake modal dagang nasi uduk aja dipinggir jalan jika masakanya enak pasti laku,duit sehari 100 rebu sih dapet,saya sih ngk percaya yg begitoo, kalo datang minta didoakan sih dari org-lain saya percaya misal,mas mba mohon doanya spy usahaku lancar dan berkah dan bersedekahlah semampunya
BalasHapusSaya penderita sihir, selama 20 tahun ini saya di serang setiap hari, Badan saya terasa Panas Menggelegak, Di hidung terasa seperti di Cucuk, Di Mata-Telinga-Leher seperti ada benda yang bergerak-gerak. Di sebelah Malam tidur saya diganggu. Penyihir itu telah mengunci dengan sihir, fikiran saya - hati - mata dan mengetahui dimana saya pergi - Dengan siapa saya berjumpa. saya sangat bimbang diperangkap.Mohon doakan saya. -lemal-
BalasHapusAllahallahsatu@gmail.com